Setiap mukmin tentu menyadari, bahwa kita adalah makhluk yang lemah, makhluk tidak berdaya, yang tidak memiliki kekuatan apa-apa, kecuali bila kita diberi pertolongan dari-Nya. Dialah Allah Yang Maha Besar, Dialah Allah Yang Menguasai alam semesta beserta seluruh isinya. Sikap hamba yang pasrah, dengan menyerahkan dan menyandarkan segala urusan kepada Allah adalah sikap utama dalam Islam.
Dalam Islam, sikap pasrah, yang dibarengi kesadaran akan keagungan dan kebesaran Allah, disebut dengan takbir; Dan simbol takbir disampaikan dengan mengucapkan kalimat ALLAHU AKBAR; yang artinya Allah Maha Besar. Kalimat Takbir terdiri dari dua kata, yaitu kata Allah dan kata Akbar. Lafadz Allah merupakan salah satu dari nama-nama Tuhan. Asma Allah adalah lafadz yang disebut sebagai ismul’jami’, yang berarti nama yang mengumpulkan; artinya kalimat ini berfungsi mengumpulkan atau memuat seluruh asma-asma Allah yang lain. Sedangkan lafadz Akbar, yang merupakan salah satu dari Asmaul Husna adalah kata yang berbentuk Tafdil atau Superlative yang berarti Maha Besar.
Dengan mengatakan bahwa hanya Allah semata yang Maha Besar, maka secara langsung, ungkapan ini meniadakan setiap perasaan atau kesadaran diri yang merasa besar, hebat, atau apa pun. Dari Takbir pula menegaskan bahwa kita sama sekali diharamkan untuk sombong, angkuh atau membanggakan diri. Karena takbir berasal dari kata kabbara-yukabbiru-takbiran, sedangkan kata takabbur berasal dari kata takabbara-yatakabbaru-takabbaruran, artinya merasa paling besar atau sombong. Dan sifat ini tidak boleh dimiliki oleh manusia kecuali hanya Allah saja yang berhak untuk membanggakan dirinya atas seluruh kekuasaa Nya yang Dia ciptakan. Maka dari itu Allah menuntun kita untuk menyadari akan hal ini dengan melakukan takbir dalam shalat. Agar kita menjadi orang yang selalu merendahkan hati terhadap Allah maupun terhadap sesama.
Karena Takbir adalah sikap pasrah, tunduk, sekaligus kepatuhan, maka pantas bila dalam ibadah sholat, sikap pertama yang harus dilakukan adalah Takbir. Dalam ibadah sholat, Takbir dilakukan bukan hanya dengan mengucapkan kalimat Allahu Akbar, tapi dipertegas dengan mengangkat kedua tangan kita sebagai penyerahan total kepadaNya. Dan ucapan takbir apabila dilakukan dengan penuh kesadaran dan menyadari apa yang diucapkan. Adalah ungkapan penafian atau meniadaan atas sifat diri dari sifar takabbur. Ucapan takbir ini dilafaadzkan pada saat berdiri takbiratul ihram, pada saat ruku’, menuju sujud, menuju duduk iftirasy, dan menuju duduk tahiyyat, setidaknya 94 kali dalam sehari semalam. Mustahil jika seseorang shalat namun tidak ada perubahan yang lebih baik dari sifat takabbur yang ada dalam hatinya, sesungguhnya pada hakikatnya ia belum bertakbir.
Rasulullah bersabda: “ya’tii ‘alannaasinzamanun yushalluna wala yushalluun”. Artinya: Akan datang satu masa atas manusia mereka melakukan shalat namun pada hakikatnya mereka tidak shalat ( HR. Ahmad). Shalat yang demikian terjadi tehadap orang-orang munafiq, yaitu apabila dia berdiri shalat sesungguhnya hanya mempermainkan Allah. Sebagaimana Al qur’an telah menggambarkan shalatnya orang-orang munafiq, bahwa apabila ia berdiri shalat hanyalah menipu Allah. Orang-orang munafiq tersebut apabila berkata dihadapan Allah tetapi hatinya tidak mengikuti apa yang diucapkan.
Innal munafiqiina yukhadi’unallah wa hua khadi’ihum, idza qaamuu ilash shalati qaamuu kusalaa, yuraauuna annasa wala yadzkurunallaha illa qaliila (QS. An Nisaa’ [4] : 142)
Hal inilah penyebab utama mengapa banyak orang shalat namun tidak ada perubahan dari sifat-sifat buruknya, bahkan makin tidak berakhlak. Mereka melakukan shalat akan tetapi tidak dilakukan dengan sepenuh hati. Karena didalam shalat harus melibatkan seluruh aspek gerak, hati dan pikiran tertuju kepada Allah, yang disebut lillahita’ala. Sebagaimana diucapkan dalam bacaan doa iftitah, inna shalati wanusuki, wamahyaya, wamamati lillahirabbil’alamin.
Dan mengapa Allah melarang orang-orang shalat secara tegas bagi yang tidak menyadari apa yang diucapkan. Laa taqrabuush shalata wa antum sukara hatta ta’lamu ma taquuluun. Artinya: janganlah kamu mendekati shalat, sedangkan kamu dalam keadaan tidak sadar (mabuk), sehingga mengerti apa yang kamu ucapkan. (QS. An Nisaa’ [4] : 43).Hal ini mudah difahami, alangkah naifnya seseorang jika berbicara namun tidak mengerti dan tidak menyadari apa yang diucapkan. Barangkali orang akan disebut “gila” jika berbicara kepada seseorang yang dihormati namun tidak menyadari apa yang diucapkan. Apakah kita tetap akan mengatakan bahwa shalat kita benar-benar telah sadar atau hanya mempermainkan Allah. Sesungguhnya kita berkata dan bermunajat kepada Tuhan Yang merajai seluruh makhluk. Masihkah kita akan berbicara “mengigau” setiap berdiri shalat ? Dan hal ini kita lakukan setiap saat melaksanakan shalat.
Mari kita kembali mengevaluasi shalat kita selama ini. Dan menyadari mengapa shalat kita tidak memberikan efek yang lebih baik dari kehidupan kita. Shalat bukanlah berkonsentrasi kepada suatu benda sebagaimana pengertian umum selama ini. Akan tetapi merupakan jalan berdialog dengan Allah yang Maha Mendengar dan Maha Dekat. Dan Tuhan akan merespons apa saja yang diucapkan dalam setiap doa-doa kita. Tidak ada alasan untuk mengatakan tidak bisa khusyu’ dalam berdialog dengan Rabb seru sekalian alam. Karena sesungguhnya dialog atau berbicara bisa dilakukan oleh siapapun yang sadar. Dialog dalam shalat berarti doa, yaitu mengungkapkan perasaan seperti memohon kemudahan rejeki, memohon ampunan, memohon petunjuk dan yang lainnya.
Kamis, 11 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar